
Bupati Indramayu dan Wali Kota Depok Minta Maaf, Dedi Mulyadi
Ketegangan antar kepala daerah sempat memanas setelah pernyataan Wali Kota Depok, Mohammad Idris, dan Bupati Indramayu, Nina Agustina, menyinggung polemik yang menyita perhatian publik. Setelah menuai kritik dan reaksi keras dari berbagai pihak, keduanya akhirnya menyampaikan permintaan maaf. Namun, respons politisi senior Dedi Mulyadi justru menyiratkan ketegasan bahwa persoalan belum sepenuhnya selesai.
Permintaan Maaf dari Bupati dan Wali Kota
Dalam sebuah pernyataan resmi, Bupati Indramayu Nina Agustina dan Wali Kota Depok Mohammad Idris menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan pihak-pihak yang merasa tersinggung atas pernyataan atau tindakan mereka yang belakangan menjadi sorotan.
“Kami menyadari bahwa suasana kebatinan masyarakat perlu dijaga, dan kami meminta maaf jika ada pernyataan yang menimbulkan kegaduhan,” kata Nina dalam konferensi pers terbatas di Indramayu.
Wali Kota Depok juga menyampaikan hal serupa. Ia menegaskan bahwa tidak ada niat untuk memperkeruh suasana dan berharap agar semua pihak dapat kembali fokus membangun daerah masing-masing.
Dedi Mulyadi: “Kau yang Memulai, Kau yang Mengakhiri”
Menanggapi permintaan maaf tersebut, mantan Bupati Purwakarta sekaligus tokoh politik Jawa Barat, Dedi Mulyadi, melontarkan respons tajam. Dalam unggahannya di media sosial, ia menulis:
“Kau yang memulai, maka kau juga yang harus mengakhiri. Jangan melempar batu lalu sembunyi tangan,”
Pernyataan Dedi dinilai sebagai sindiran langsung terhadap polemik yang dipicu oleh komentar atau kebijakan dari dua kepala daerah tersebut. Meski tidak menyebut nama, publik luas mengaitkan ucapan itu dengan dinamika yang sedang terjadi.
Latar Belakang Ketegangan
Ketegangan bermula dari komentar publik yang disampaikan salah satu kepala daerah dalam sebuah forum yang dinilai menyinggung kebijakan pembangunan di wilayah lain. Hal ini memicu reaksi balik, termasuk dari warga dan tokoh politik setempat, yang merasa tersinggung atau tidak dihargai.
Kontroversi berlanjut di media sosial, dengan saling sindir antar pendukung masing-masing. Situasi ini sempat memperkeruh suasana politik lokal, terutama menjelang masa transisi pemerintahan baru.
Pengamat: Elit Daerah Harus Tahan Diri
Pengamat politik lokal menilai bahwa kepala daerah semestinya menjadi teladan dalam menjaga etika komunikasi publik. Polemik yang tidak perlu bisa menciptakan ketegangan horizontal di masyarakat jika tidak segera diredam.
“Yang diperlukan sekarang bukan saling sindir, tapi saling rangkul untuk membangun bersama. Ego sektoral harus ditinggalkan,” ujar dosen ilmu politik dari salah satu universitas negeri di Jawa Barat.
Harapan untuk Rekonsiliasi
Sejumlah tokoh masyarakat dan ormas di Jawa Barat berharap agar konflik tersebut segera diselesaikan melalui dialog dan silaturahmi. Mereka mendesak agar para pemimpin daerah menahan diri dan lebih fokus pada pembangunan serta pelayanan publik.
Langkah permintaan maaf memang dianggap sebagai awal yang baik, namun proses penyembuhan dan rekonsiliasi memerlukan niat tulus dari semua pihak. Seperti yang diungkapkan Dedi Mulyadi, “Yang memulai harus pula bersedia menyelesaikan dengan cara yang baik.”